Sebenarnya
ini kunjungan ke dua aku ke Singapura, karena setahun sebelumnya (31/01-02/02)
pertama kali ke sini “ikut paket tour”, jadi tidak banyak yang bisa diexplore
dan kebanyakan ke tempat belanja. Dan tahun ini pure jalan mandiri ala
backpacker, bedanya kali ini lebih banyak nyari literatur (anak arsitektur
gengs) daripada ke tempat wisata. Yang perlu disiapkan:
1. Paspor
(dengan masa aktif tidak kurang dari 6 bulan)
2. Visa
(tidak perlu)
3. Mata
uang Dolar Singapura (S$)
4. Hari 1:
8 Maret 2016
Perjalanan
kali ini aku jalan bertiga, bareng temen sekantor dan sponsorship, si bos.
Sebenarnya aku sendiri kurang begitu mood jalan ke bandara Soeta pagi ini,
setelah hari sebelumnya ada kuliah kelas malam dan harus lembur kerjaan sampai
subuh sepulangnya dari kampus. Sempet sih merem bentar sebelum akhirnya
jalan ke Bandara jam f06:00 pagi karena pesawat take off jam 09:00.Pesawat
kami mendarat di terminal 1 Changi airport jam 12:02 siang waktu lokal (GMT
+8). Proses imigrasi yang cukup cepat, karena antrian tidak terlalu panjang
mengingat saat itu bukan musim liburan dan kebanyakan turis justru mengunjungi
Indonesia untuk menyaksikan Gerhana Matahari Total keesokan harinya. Setelah
melewati imigrasi kami berjalan menuju Sky Train (ikuti saja petunjuk yang
bertebaran di dalam airport), kereta tanpa masinis ini mengantar kami ke
Terminal 2 lokasi Changi MRT station. meski namanya kereta (train), kalau
diperhatikan kereta ini tidak berjalan di atas rel tapi menggunakan roda
seperti mobil pada umumnya.
Sky Train, kereta penghubung antar Terminal Changi Airport
gambar: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Singapore_Changi_Skytrain_2.jpg
Di
terminal 2 kami tidak langsung ke stasiun MRT, karena sudah jam makan siang
sekalian kita makan dulu di restauran persis sebelum eskalator turun ke stasiun
MRT sambil ngumpuling tenaga sebelum mulai “jalan”. Karena ragu dengan rasa
makanan yang ada di menu, ambil aman saja yang sudah pasti rasanya, ayam kecap
telur plus nasi putih. Perut kenyang, tenaga terisi, kami jalan lagi melewati
eskalator turun ke stasiun MRT di lantai basement. Untuk perjalanan kali ini
kami tidak menggunakan kartu sakti EZ link ataupun STP (Singapore Tourism Pass)
yang terkenal itu.info lengkap di EZ Link dan STP.
Karena
terburu-buru dan kurang persiapan jadilah kita jalan menggunakan
tiket standart yang dapat dibeli di tiap stasiun melalui mesin tiket.
sebagaimana EZ link dan STP, tiket standart ini juga dapat ditop up dan
mendapat potongan harga setelah pemakaian ke 6. Kami tidak menuju hotel
terlebih dulu untuk check in dan taruh barang, tapi langsung ke komplek kampus
NTU (Nanyang Technological University) meskipun sebenarnya hotel tempat
kami menginap berada di jalur yang sama antara stasiun lavender dan
bugis. rute MRT Singapura.
Tiket standart.
Di dalam MRT, di
Stasiun layang MRT.
Suasana double decker
bis kota dan penampakan luarnya.
FYI: Tidak semua bis kota berupa double decker, dan untuk jenis doubel decker sendiri jumlahnya cukup banyak.
1. The Hive – NTU (St. Boon Lay).
Untuk
menuju kampus ini searah menuju kota, dari St. Changi transit di St. Tanah
merah (MRT dari dan ke Bandara berakhir di Stasiun ini), waktu keluar kereta
ambil pintu sisi kiri. masih di line yang sama (jalur hijau), naik MRT ke arah
Joo Koon dan turun di St. Boon Lay. Ikuti saja petunjuk yang bertebaran
masuk ke arah mall menuju bus stop dan ambil antrian di bus no 179 turun di
halte innovation ctr/ hall 4, sebenarnya tidak perlu cemas harus turun di halte
mana, cukup nikmati perjalanan dengan pemandangan kampus NTU dan ketika melihat
The Hive tinggal turun di halte berikutnya (hall 4). Rute Bus ini berkeliling
melewati area dalam kampus NTU, sepertinya emang disiapkan untuk para mahasiswa
NTU karena area kampus yang cukup luas. Karena kami tidak menggunakan kartu
sakti, jadi untuknaik bis kota kami membayar penuh satu putaran rute bis cash
S$1,6.
Di area
kampus ini ada juga bangunan unik lain seperti Art design & media library,
bangunan dengan roof garden penuh mirip perpustakaan UI di Depok. Letaknya
dilewati rute bus no 179 sebelum The Hive, halte terdekat adalah Blk 41 dan
Hall 2. The Hive art design & media library. Di dekat The Hive ada juga
bangunan bergaya arsitektur China, Chinese Heritage Centre. bangunan ini
langsung terlihat ketika kita turun di halte innovation centre/ hall 4.
Karena
Hotel sudah terlihat di seberang sungai (Rochor river), kami berlari denga
guyuran hujan yang cukup deras. Selesai Check in, karena terlanjur basah aku
dan rian teman sekantorku memutuskan untuk berenang sedang si bos mandi dan
istirahat. betapa beruntungnya kami berasa memiliki kolam pribadi karena saat
itu kolam sangat sepi, hanya dua pengguna lain yang tidak lama selesai ketika
kami datang. Aku lupa memotret interior kamar yang kami tempati, secara umum
kamar ini terbilang cukup kecil tapi masih nyaman. Standart hotel bintang 3+
kalau aku bilang, biar pun kecil tapi ada hair dryer dan lemari es di samping
fasilitas standrat pada umumnya.
Menjelang
malam setelah mandi kami berjalan menuju Bugis yang berjarak 400-500m dari
hotel. Dengan kamera di tangan dan siap shoot setiap ada yang menarik dan
“menarik” :p , tanpa sadar si bos yangjalannya kenceng pake banget sudah jauh
di depan dan terlihat beberapa kali berhenti nungguin. aku mah cuek aja,
diikutin malah capek sendiri. Ahahaha Kami masuk ke sebuah Mall di dekat
Bugis Street, Mall dengan eksterior yang cukup unik aku bilang. Tapi kami
masuk bukan untuk belanja, hanya melihat-lihat setiap sudut yang bisa kami
akses termasuk ke bagian atap mall ini.
Puas melihat setiap sudut mall ini dan
mengabadikannya sebagai literatur, kami berjalan turun sambil mencari tempat
makan. semapt beebrapa kali berhenti di depan restaurant termasuk restauran
Indonesia (lupa namanya, yang pasti ada menu jawa dan sunda). akhirnya kami
masuk ke sebuah restaurant Thailand (aneh ya? ke singapur makan di
restauran Thailand. lol :p). Seperti biasa setiap makan dengan menu bersama
selalu si bos yang milih kecuali untuk minum, tapi dia ngerti koo pesennya
pasti no pork dll. Kalo aku bilang konsep restaurant ini cukup unik, desain
mejanya tidak semua sama, ornamen dindingnya pun tidak berulang tapi serasi.
Untuk rasa makanan di sini cukup enak, sayurannya seger seger banget dan teh
susunya berasa banget rasa tehnya, sangat khas. Selesai Makan, kami keluar mall
dari pintu yang berbeda saat kami masuk dan kami menemukan keramaian di
mana orang-orang berkumpul senam bareng dengan suara music yang
kenceng layaknya konser sambil membawa neon stik entah ini acara apa tapi
meriah sekali. Keluar dari area mall kami berjalan menyusuri Victoria St sambil
melihat-lihat barang kali ada yang bisa dishoot untuk literatur sebelum
akhirnya kami putar arah menuju Hotel dan beristirahat.
FYI: Di deket area ini ada retail starbucks juga, buat yang hobi ngoleksi mug-mugnya atau dapet titipan bisa sekalian waktu beli oleh-oleh di Bugis Street yang juga tidak jauh dari sini.
Jam 06:00 pagi waktu lokal setelah subuh aku sempatkan lari barang sebentar seputaran hotel bareng si bos, dan temenku memilih istirahat karna kecapaian. Aku yang biasa lari sendiri lupa menyesuaikan kecepatan dengan si bos, justru dia yang mengimbangiku. Hasilnya baru 2km dia sudah gak kuat lagi dan memilih kembali ke hotel, sedang aku melanjutkan 2 loops mengitari Rochor river. Ternyata banyak juga yang alri pagi itu dari penduduk lokal, rata-rata masih muda biarpun ada beberapa yang sudah cukup berumur.
Jam 09:00 pagi selesai bersiap kami
keluar hotel dan memulai perjalanan hari itu. Tujuan pertama adalah “Killiney
kopitiam” di killiney Rd untuk sarapan, jauh dong dari hotel? iya. Ahahaha.
Kalau kebanyakan franchise killiney di Indonesia memiliki retail-retail
yang bagus di dalam mall, cikal bakalnya hanya berupa “warung” sederhana
seperti ini. Selesai carbo loading di killiney kami berjalan ke arah
Orchard Rd, menyusuri Killiney Rd dan Orchard Rd yang cukup sepi pagi itu
sambil shoot sana sini sampailah kami di ION mall yang terkenal itu. Maksud
hati ingin lanjut jalan sampai St. Newton, tapi karena sudah terlalu siang
akhirnya kami naik MRT di St. Orchard.
2. Henderson Waves (St. Telok Blangah).
Dari St. Orchard kami naik MRT line
merah ke arah Marina South Pier transit di St. Dhoby Ghaut
ambil Line Ungu ke arah Harbourfront (St. terakhir) lanjut line orange
turun di St. Telok Blangah. Dari St. Telok Blangah ikuti jembatan penyeberangan
kemudian jalan ke arah persimpangan jalan dan belok kekiri (Henderson Rd),
setelah terlihat jembatannya sedikit jalan lagi sampai menemukan jalan ke kiri
dengan tanda “Telok Blangah Green” dan ikuti saja petunjuknya. Sebuah
Keberuntungan yang tidak disengaja, ketika kami baru saja keluar dari Stasiun
nampak enam tower gedung menjulang dan tidak asing bagiku, yah itu “The
Reflection” sebuah komplek hunian vertikal karya Daniel Libeskind. Meskipun
telah tahu sebelumnya, tapi aku tidak mencari detail lokasi dan memasukkannya
ke dalam itinerary. Tidak sempat benar-benar mendekat ke The Reflections, kami
memilih melanjutkan perjalanan ke Henderson waves sesuai itinerary. Jarak dari
Stasiun lumayan jauh, sekitar 1,5 km dengan 500m terakhir jalanan menanjak. Itu
kenapa di itinerary awal aku merencanakan ke sini pagi-pagi, karena biar
sekalian lari. :D Sebenarnya Henderson Rd ini dilewati bis kota, dan ada halte
persis di bawah jembatan di kedua arahnya, tapi kami tetap memilih berjalan
kaki.
Tanda
jalan ke Henderson Waves setelah melewati jembatannya.
The Reflections by Daniel Libeskind
3. S’pore Flyer (St. Promenade)
Dari St. Tanjong Pagar kami naik MRT
line hijau ke arah Pasir Ris transit di St. Bugis naik MRT line biru ke
arah Chinatown turun di St. Pomenade, ikuti saja arah exitnya menyusuri
millenia walk . Tidak perlu khawatir tersesat karena begitu melewati millenia
walk sebenanya S’pore flyer telah terlihat, tinggal ikuti saja jalan ke arahnya
(Raffles Blvd belok kanan di Raffles Ave). Di S’pore Flyer selain ada bianglala
setinggi 165 meter yang termasuk tertinggi di dunia, ada juga rainforest di
tengah-tengah atau tepat di bawah biang lala dan pilot simulator di lantai 2.
Di sini kami hanya mengitari rainforest sekali sebelum akhirnya makan
siang sambil ngadem di “subway” yang terletak persis di depan loket tiket
di lantai dasar. Harga tiket untuk naik bianglala dengan durasi 30 menit S$33
untuk dewasa, S$21 untuk anak-anak atau S$24 untuk orang tua. detail
lengkapnya di sini. Selesai makan jalan menisir tepi marina bay yang
merupakan lintasan Singapore Road Circuit ke arah Helix bridge. Sebelum
menyeberangi Helix bridge ke arah Marina Bay Sand, agar tidak bolak-balik kami
memutuskan berjalan ke Esplanade dulu.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar